Skintific
Skintific
Skintific Skintific Skintific

Pengakuan Mabes Polri terkait Anggotanya Terpapar Radikalisme LGBT Irjen Anwar Iya Kita Harus Akui

Pengakuan Mabes Polri
Skintific

Pengakuan Mabes Polri Terkait Anggotanya Terpapar Radikalisme dan LGBT: “Iya, Kita Harus Akui”

Koran Sibolga — Pengakuan Mabes Polri Dalam sebuah forum publik yang disiarkan secara daring, Asisten Kapolri bidang Sumber Daya Manusia, Irjen Anwar, dengan tegas menyatakan bahwa institusi Polri telah mengalami persoalan serius: beberapa anggota telah terpapar radikalisme serta orientasi dan identitas LGBT. Pernyataan ini sekaligus menjadi pengakuan resmi yang sebelumnya jarang disampaikan secara terbuka.

Apakah Polri sudah terpapar? Iya. Kita harus akui.” — Irjen Anwar.

Skintific

Pengakuan tersebut menandai perubahan pendekatan dari sisi transparansi institusi. Namun, sekaligus menghadirkan pertanyaan besar: bagaimana institusi menjaga integritas, menangani persoalan tersebut, dan memperkuat kepercayaan publik?


1. Ruang Masalah: Radikalisme dan LGBT di Internal Polri

Dalam pernyataannya, Irjen Anwar menyebut dua kategori persoalan:

Radikalisme: Anggota Polri yang, melalui media sosial atau kegiatan non-resmi, terpapar pemahaman ekstrem hingga rencana keluar bergabung kelompok mereka.

LGBT: Anggota yang terbukti tergabung atau terlibat dalam kelompok LGBT — dan kemudian dikenai sanksi internal seperti pemecatan tidak dengan hormat atau demosi.

Contoh yang disebut:

Ada polwan kita … yang terpapar radikal, cukup dengan medsos …”

“Anggota Polri yang LGBT? Ada. Ada yang sudah dipecat, ada yang didemosi.”

Dengan pengakuan ini, Polri menyampaikan bahwa persoalan tersebut bukan isu hipotetis, melainkan aktual dan harus ditangani.Setidaknya 15 anggota TNI dan Polri dipecat 'karena homoseksual',  organisasi HAM: 'Pemecatan itu tidak adil dan harus dibatalkan' - BBC News  Indonesia


Baca Juga: Bojan Hodak Pastikan Achmad Jufriyanto Jalani Extensive Coaching Experience untuk Dapatkan Lisensi A

2. Tantangan Penanganan: Deteksi, Pencegahan, dan Penindakan

Untuk LGBT: “Belum ketemu formulanya … alat untuk bisa mendeteksi itu.”

Sanksi memang ada, namun mekanisme pencegahan lebih dahulu belum optimal.

Artinya, institusi berada dalam posisi: mengakui masalah, tapi belum sepenuhnya memiliki “alat” yang memadai untuk menangani akar persoalan.


3. Implikasi Terhadap Kepercayaan Publik dan Integritas Institusi

Pengakuan secara terbuka dari Polri membawa implikasi berikut:

Kepercayaan publik: apabila institusi menegakkan standar tinggi terhadap anggotanya, pengakuan ini bisa memperkuat kredibilitas.

Hak asasi dan norma sosial: isu LGBT membawa kompleksitas karena menyentuh hak individu, orientasi dan identitas—sementara institusi menyebutnya sebagai pelanggaran norma kesusilaan dan kode etik.

Keamanan dan stabilitas internal: radikalisme tidak hanya soal ideologi, tetapi potensi konflik nilai dan tindakan yang dapat mengganggu stabilitas internal institusi penegak hukum.


4. Pengakuan Mabes Polri Rekomendasi Strategis bagi Polri

Perkuat mekanisme deteksi dini, misalnya analisis risiko anggota, pemantauan jejak digital, pelatihan kesadaran internal.

Kembangkan program preventif yang melibatkan pendidikan nilai, bimbingan keagamaan dan etik, serta pembinaan mental anggota—khususnya bagi yang rentan.

Pastikan sanksi jelas dan konsisten, namun juga imbangi dengan rehabilitasi bila memungkinkan — agar tindakan sanksi tidak hanya represif tetapi juga korektif.

Jalin kerja sama dengan lembaga eksternal (akademik, masyarakat sipil) untuk pemahaman terhadap isu LGBT dan radikalisme secara kontekstual—agar kebijakan tidak semata-normatif tetapi juga berbasis bukti.


5. Penutup

Pengakuan Polri melalui pernyataan Irjen Anwar bahwa “iya, kita harus akui” menandakan fase penting dalam perjalanan institusi tahuan: dari menafikan ke mengakui. Namun pengakuan saja tidak cukup. Tantangan sesungguhnya adalah bagaimana mengubah pengakuan itu menjadi langkah konkret—deteksi yang efektif, pencegahan yang menyeluruh, penindakan yang adil, serta pembinaan yang manusiawi.

Institusi kepolisian sebagai garda terdepan penegakan hukum harus menunjukkan bahwa ia tidak hanya berbicara soal norma, tetapi juga mampu menjaga integritas internal dan membangun kepercayaan publik. Di tengah kompleksitas zaman, ketika ideologi, identitas, dan norma sosial terus berubah—kemampuan institusi untuk adaptif sekaligus tegas sangatlah penting.

Skintific